Powered by Blogger.
Persib Bandung Vs Persija Jakarta | 08 May 2014 | Live RCTI dan K-Vision
Tuesday 21 January 2014

Lapangan Sepak Bola Petojo



Lapangan Sepak bola VIJ (Voetbalbond Indonesish Jakarta) yang merupakan cikal bakal Persija dan bermarkas di Petojo

Stadion berada di Jl Petojo VIY, Jakarta Pusat. Stadion ini pada masa Hindia Belanda dijadikan markas klub Voetbalbond Indonesish Jakarta (VIJ) yang didirikan pada tahun 1928, hingga kemudian pada tahun 1950 bernama Persija.

Stadion VIJ menjadi sejarah perjalanan klub sepakbola Jakarta, Persija. Sebelum kemerdekaan, stadion ini didirikan pemuda pribumi untuk menyaingi klub sepakbola Belanda di Indonesia, NIVB. Saat itu NIVB atau Nederlandsch Indie Voetbal Bond yang di bentuk tahun 1918 berdiri beranggotakan warga Belanda yang anti pemain pribumi.

Merasa didiskriminasikan, sejumlah pemuda Indonesia mendirikan VIJ dengan bermarkas di Petojo pada tahun 1928. Karena menjadi tempat latihan klub VIJ maka lapangan ini diberi nama lapangan bola VIJ, dan Jl Petojo yang berada di sekitar lapangan mendapat imbuhan nama menjadi Jl Petojo VIJ dan Jl Petojo VIY, Jakarta Pusat.

Pada tahun 1950, VIJ resmi bernama Persija dan markaspun pindah ke lapangan Menteng, Jakarta. Sedangkan lapangan VIJ tetap berdiri sebagai sarana olahraga masyarakat sekitar. Pada tahun 1980 lapangan ini dipugar hingga menjadi stadion. Kepemilikannya pun diserahkan kepada Pemda DKI.

Stadion VIJ memiliki luas lapangan dengan panjang 110 meter dan lebar 70 meter. Adapun fasilitas yang tersedia selain lapangan sepakbola adalah ruang ganti pemain dan kursi penonton dengan kapasitas kurang lebih 500 orang. Uniknya bagian selatan dinding pagar, berbatasan langsung dengan bangunan rumah penduduk.

Kondisi lapangan VIJ saat ini masih terlihat apik. Meski beberapa rumput di lapangan terlihat gundul namun fasilitas yang ada cukup mendukung.


LAPANGAN BOLA IKADA


Lapangan Ikada merupakan lapangan luas di bagian pojok timur yang saat ini ditempati oleh kawasan Monas. Sejak jauh sebelum Senayan dibangun, Lapangan Ikada yang sebelumnya dikenal sebagai Lapangan Gambir, merupakan pusat kegiatan olahraga. Nama Lapangan Ikada baru muncul pada masa pendudukan Jepang tahun 1942.
Ikada sendiri merupakan singkatan dari Ikatan Atletik Djakarta. Di sekitar kawasan tersebut terdapat sejumlah lapangan sepak bola milik klub sepak bola era 1940-an dan 1950-an seperti Hercules, VIOS (Voetbalbond Indische Omstreken Sport) dan BVC, yang merupakan kesebelasan papan atas kompetisiBVO (Batavia Vootball Organization). Setelah kemerdekaan, kesebelasan tersebut digantikan oleh Persija. Selain lapangan sepak bola, di sekitarnya terdapat pula lapangan hoki dan lapangan pacuan kuda untuk militer kavaleri.


Sebelum Stadion Gelora Bung Karno selesai dibangun untuk menyambut Asian Games 1962 IV tahun 1962, Ikada merupakan tempat latihan dan pertandinggan PSSI. Pada acara Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-2 tahun 1952, dibangun Stadion Ikada di sebelah selatan lapangan ini.
Lapangan ini pada awalnya oleh Gubernur-Jenderal Herman William Daendels (1818). Mula-mula bernama Champ de Mars karena bertepatan penaklukan Belanda oleh Napoleon Bonaparte. Ketika Belanda berhasil merebut kembali negerinya dari Perancis, namanya diubah menjadi Koningsplein (Lapangan Raja). Sementara rakyat lebih senang menyebutnya Lapangan Gambir, yang kini diabadikan untuk nama stasion kereta api di dekatnya.
Apakah anda sering kali membaca atau mendengar kalimat-kalimat (lebih kurang) seperti ini: “…Pada 1962, saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV, kegiatan olahraga telah berpindah ke Senayan dan Stadion Ikada pun tergusur…”. Faktanya ialah bahwa (minimal) sampai bulan November 1962, kegiatan olahraga di Stadion Ikada masih ada. Lihatlah ketika Indonesia menyelenggarakan Asian Games IV/1962 (24 Agustus s.d. 4 September 1962), Stadion Ikada dijadikan stadion pendamping bagi Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Malah, pertandingan Indonesia vs Malaysia dalam rangkaian babak penyisihan Asian Games IV/1962 pun digelar di Stadion Ikada. Jadi, bukankah Stadion Ikada masih ada?
Apakah anda sering kali membaca atau mendengar kalimat-kalimat (lebih kurang) seperti ini: “…Pada 1962, saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV, kegiatan olahraga telah berpindah ke Senayan dan Stadion Ikada pun tergusur…”.

Pada awal November 1962 itulah Stadion Ikada dibongkar. Menurut kabar, material-material yang masih bermanfaat dialihkan untuk stadion di Solo (Jawa Tengah) dan Kotabaru (Irian Barat).

Sejarah Stadion Ikada
Lapangan Ikada merupakan salah satu tempat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada masanya, 19 September 1945, Presiden RI Soekarno —disapa Bung Karno— pernah menggelar rapat raksasa. Namun, bagaimana sebuah lapangan luas dapat menjadi sebuah stadion?

Perjalanannya dimulai ketika Jakarta ditetapkan untuk menjadi tuan rumah PON (Pekan Olahraga Nasional) II/1951 yang diselenggarakan pada 21-28 Oktober 1951. Tanggal 18 Juli 1951 merupakan hari yang bersejarah bagi Stadion Ikada. Pada tanggal tersebut dilaksanakan semacam peletakan batu pertama untuk pendirian sebuah stadion. Penggalian pertama dilakukan oleh Dr. Halim selaku pengurus besar panitia PON.

Pemborong stadion ini ialah NV Volkers Aannemersbureau dengan anggaran lebih dari Rp 1 juta. Menurut rencana, stadion ini akan membangun tempat bagi 30 ribu penonton dan meliputi luas lebih dari 15 ribu meter persegi.

Dalam perkembangannya, stadion ini dinamakan Stadion Ikada. Namun, Ikada di sini hanyalah sebuah nama atau istilah dan bukannya singkatan sebagaimana awalnya karena nama tersebut mengandung arti sejarah yang besar bagi bangsa Indonesia.

Kini, sejak November 1962, Stadion Ikada pun telah “hilang”….

Stadion Menteng



Stadion Menteng atau Stadion Persija di Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, kini benar-benar tinggal kenangan. Pada awalnya stadion Menteng ini adalah lapangan sepakbola yang didirikan oleh oleh arsitek Belanda, F.J. Kubatz dan P.A.J. Moojen. Mulanya di tahun 1921, stadion ini bernama Voetbalbond Indische Omstreken Sport (Viosveld).

Sejak tahun 1921, lahan seluas 3,4 hektar tersebut sudah digunakan sebagai tempat berolahraga orang-orang Belanda. Selanjutnya, stadion tersebut digunakan untuk masyarakat umum, dan pada tahun 1961 hingga sebelumya di robohkan digunakan sebagai tempat bertanding dan berlatih bagi Tim Persija.

Sebelum menempati stadion Menteng, Persija telah melakukan berbagai program pembinaan seperti menggelar kompetisi klub anggota, kompetisi kelompok umur, latihan tim senior dan tim berbagai jenjang usia di stadion IKADA yang sekarang dikenal sebagai Monumen Nasional (Monas). Kemudian, seiring adanya program pembangunan Monas pada tahun 1958, stadion Persija dipindahkan ke stadion Menteng yang diserahkan secara langsung oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno, pada tahun 1960.


Pada masa itu, Presiden Soekarno memberikan Stadion Menteng kepada Persija karena Lapangan Ikada yang merupakan markas Persija digunakan untuk membangun Monas. Di stadion inilah sebagian besar sejarah organisasi persatuan sepak bola yang berdiri tahun 1928 itu tercipta.

Stadion ini dulunya merupakan salah satu kebanggaan warga Jakarta dan paling bersejarah,baik dalam sejarah Kota Jakarta maupun persepak bolaan di Jakarta dan Indonesia. Banyak legenda pesepak bola Indonesia lahir di sini, seperti Djamiat Kaldar,Bob Hippy, Abdul Kadir, Iswadi Idris, Anjas Asmara,Andy Lala,Patar Tambunan, Marzuki Nyak Mad sampai Miro Balbobento.


Selain banyak menghasilkan pemain-pemain top, pada 1975, Surat Keputusan Gubernur Jakarta Tahun 1975 menetapkan stadion ini sebagai salah satu kawasan cagar budaya yang harus dilindungi.
Tetapi kenyataannya lain Gubernur lain, lain kebijakan. Tertanggal 26 Juli 2006, Satpol PP Pemerintah Provinsi Jakarta dibantu pihak kepolisian dan TNI atas intruksi Gubernur Sutiyoso akhirnya merobohkan bangunan stadion Menteng.


Kebijakan ini bukan sekadar menghilangkan lagi salah satu bangunan bernilai historis di Ibu Kota. Namun, inilah potret nyata untuk kesekian kalinya hak publik menikmati tontonan sepak bola yang merakyat dan murah di tengah kota dikorbankan. Dan semestinya stadion yang mempunyai sejarah yang tinggi ini sepatutnya untuk dilestarikan. Bukan saja sebagai identitas suatu kelompok/wilayah ataupun momen lainnya. Tapi sebagai aset yang kelak anak cucu kita.

Stadion Menteng Jakarta Pusat memang bukanlah Stadion Megah seperti Old Trafford maupun Giuseppe Meazza seperti yang terdapat di belahan dunia lainnya. Stadion Menteng adalah Stadion Kecil yang dibangun puluhan tahun yang lalu sebelum Bangsa ini merdeka. Dikatakan kecil karena memang dibangun pada lokasi yang tidak terlalu luas dan memang secara kasat mata Stadion ini jauh dari kata megah dan mampu menampung banyak penonton seperti Gelora Bung Karno Jakarta.

Stadion Menteng juga memang jauh dari kata terawat, baik berupa kualitas tribun maupun lapangannya, pendeknya ini adalah sebuah stadion yang dianaktirikan bagi Pemprov DKI hingga mereka berhasil merobohkannya.Tapi pernahkah kita berpikir berapa banyak pesepakbola tangguh nasional yang lahir dan di besarkan dari stadion ini?

Terlepas dari faktor kelayakan bangunan, Stadion Menteng adalah situs sepak bola Indonesia. Di sana terpahat beribu cerita perkembangan sepak bola kita. Bagaimana pun carut marutnya sepak bola kita, tidak seharusnya situs sejarah itu dilupakan dan dimusnahkan.

Pengalihan Fungsi
Rencana Gubernur DKI Sutiyoso mengubah fungsi Stadion Menteng menjadi Taman Menteng berawal sejak 2004. Sekitar bulan September 2004, Dinas Pertamanan DKI Jakarta membuka sayembara desain Taman Menteng, ruang terbuka publik serba-guna. Sayembara menekankan pada tema penyelesaian masalah parkir melalui parkir bawah tanah dan ruang publik yang memiliki karakter kontemporer. Soebchardi Rahim dengan tema desain "Dual Memory" sebagai pemenangnya. 

Desain pemenang sayembara tentunya sesuai selera Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yaitu menghilangkan stadion bersejarah yang sudah berumur 84 tahun itu. Sementara desain yang tetap mempertahankan keberadaan stadion dan memadukannya dengan taman interaktif yang serba-guna justru ditolak.Sejak awal keberadaan stadion yang menjadi salah satu daerah resapan air di Jakarta Pusat itu sudah direncanakan pindah. Dari penekanan tema desain, menghadirkan parkir bawah tanah, jelas terlihat adanya upaya menghilangkan resapan air di kawasan itu.

Rencana menata Taman Menteng seperti itu pernah mencuat di saat Surjadi Soedirdja menjadi Gubernur DKI Jakarta (1992-1997). Namun, dengan pertimbangan akan merusak resapan air, Surjadi menolak rencana tersebut. Kelompok Studi Arsitektur Lanskap yang diketuai Yudi Nirwono Joga mengatakan bahwa pihaknya telah memberikan peringatan terhadap rencana memindahkan Stadion Menteng dan menjadikan taman serba guna. Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memedulikannya.

Kepala Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta Sarwo Handayani mengatakan bahwa perkiraan biaya pembangunan Taman Menteng senilai Rp 45 miliar semuanya ditanggung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sementara pengelolaan pascapembangunan mengandung prinsip pembiayaan pengelolaan secara mandiri dengan bentuk badan pengelola dan alternatif kedua adalah kerja sama dengan pihak swasta.

Asisten Perekonomian Sekretariat Daerah DKI Jakarta Ma’mun Amin mengatakan, masa pengelolaan Stadion Lebak Bulus oleh Grup Bakrie dengan kontrak 20 tahun akan berakhir pada tahun 2010. Untuk pengambilalihan pengelolaan di tengah jalan, Pemerintah Provinsi DKI harus membayar uang kompensasi senilai Rp 13 miliar tidak secara tunai.

Hal tersebut dilakukan karena pengelola lama masih belum membayar fasilitas sosial dan fasilitas umum kepada Pemerintah Provinsi DKI atas Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan.

Rencananya di Taman Menteng nanti akan terdapat sarana olahraga futsal, badminton, jogging, taman dan monumen sepak bola, serta gedung parkir tiga lantai berkapasitas 200 mobil. Biaya yang dianggarkan untuk pembangunan Taman Menteng ini sebesar 32 miliar rupiah, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2006.

Pada tanggal 28 April 2007, taman ini diresmikan dan dikategorikan sebagai taman publik yang memiliki fasilitas olahraga, 44 sumur resapan, dan lahan parkir.

Sengketa
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tanpa sepengetahuan pihak Persija mengaktakan tanah stadion ini ke Badan Pertanahan Nasional pada 2001. Lahan tempat berdirinya stadion dan Wisma Persija ini dinyatakan sebagai lahan kosong, dan Persija hanya disebut mempunyai hak guna bangunan.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian digugat ke PTUN, tapi gagal. Persija kemudian menggugat ke Pengadilan Negeri. Saat proses hukum masih berjalan, Pemerintah provinsi DKI memaksa Persija untuk pindah kantor ke kawasan Roxy.

Pembongkaran Stadion
Pada 26 Juli 2006, Satpol PP Pemerintah Provinsi Jakarta dibantu pihak kepolisian dan TNI, merobohkan bangunan stadion Menteng ini dengan menggunakan alat berat. Pembongkaran ini mendapat kecaman dari banyak pihak, terutama dari Persija dan 30 klub sepak bola, Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault dan juga dari warga sekitar.

Pasca pembongkaran stadion, Walikota Jakarta Pusat, Muhayat, dilaporkan oleh pihak Persija ke Polda Metro Jaya atas pengusiran paksa dengan kekerasan.

Dasar Hukum
Dasar hukum yang digunakan pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melaksanakan pembongkaran adalah:
- Surat persetujuan 55 warga Menteng kepada Gubernur, pada 11 Juni 2005.
- Surat Perintah Gubernur DKI No 50/2006 tentang "Penertiban Stadion Menteng"
- Undang-undang No 80/2005 tentang "Tata Kota"

Pembongkaran dan pengalihan fungsi stadion oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dianggap telah melanggar berbagai peraturan, yaitu:

- SK Gubernur No D.IV-6098/d/33/1975 yang menetapkan Menteng, termasuk Stadion Menteng sebagai kawasan pemugaran, yang berarti kawasan yang harus dilindungi, dilestarikan, dan dikembangkan hati-hati sebagai lanskap cagar budaya.
- UU No 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya.
- UU No 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, yang menyatakan penggusuran dan pengalihan fungsi bangunan olahraga harus disertai rekomendasi Menteri Pemuda dan Olahraga.
- Perda No 9/1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan Bangunan Benda Cagar Budaya.
- Instruksi Menteri Dalam Negeri No 14/1988 tentang Penataan Ruang Hijau Perkotaan, yang mensyaratkan pentingnya lapangan olahraga publik.


Stadion Lebak Bulus



Stadion Lebak Bulus adalah stadion di kelurahan Lebak Bulus kecamatan Cilandak, Kotamadya Jakarta Selatan, yang sebagai markas klub Super Liga Persija Jakarta, dulu stadion ini merupakan markas Pelita Jaya. Stadion ini berkapasitas 15.000 orang. Stadion ini pun pernah menyelenggarakan kualifikasi Piala Asia Usia Di Bawah 16 Tahun dalam Grup G.

Kota : Jakarta Selatan, DKI Jakarta Raya
Dibangun :
Kandang : Persija Jakarta (Super Liga)
Kapasitas : 15.000 Penonton.
Tipe Stadion : Stadion Sepakbola Modern.
Kategori : C+
Event Besar - Piala Emas Bang Yoss 2003
- Piala Emas Bang Yoss 2004
- Piala Emas Bang Yoss 2005
- Piala Emas Bang Yoss 2006
- Piala Asia U-17 2007
Big Match - Final Piala Emas Bang Yoss 2003 (Persija sebagai juara)
- Final Piala Emas Bang Yoss 2004 (PSMS sebagai juara)
- Final Piala Emas Bang Yoss 2005 (PSMS vs Geylang United Singapura 5-1)
- Final Piala Emas Bang Yoss 2006 (PSMS vs PSIS,PSMS juara)






0 comments:

Search

Vote

Label Cloud

Flash Labels by Way2Blogging

K-Vision

Sponsor

Sponsor